NAMA : 1.
PUKKA HERMAN (1A111128 )
2.
WAHYU KURNIAWAN ( 17110021 )
JURNAL ILMIAH CONTOH PENELITIAN TINDAKAN KELAS BIOLOGI
Contoh
Penelitian Tindakan Kelas Biologi
Selamat
datang di Jurnal Pendidikan. Sobat Jurnal Pendidikan Pada kesempatan kali ini admin
akan berbagi artikel tentang Contoh PTK Biologi dengan judul
"Pemahaman Konsep Keanekaragaman Tumbuhan Dengan Memanfaatkan Lingkungan
Sekolah Dalam Pembelajaran Biologi Di SLTP" yang disusun oleh sobat I
Ketut Ardana (Jurusan Pendidikan Dasar - Fakultas Ilmu Pendidikan,IKIP Negeri
Singaraja). atau mungkin sobat pendidikan ingin terlebih dahulu membaca posting
sebelumnya yang membahas tentang "Contoh Penelitian Minyak
Kelapa :: Pembuatan Minyak Kelapa Dari
Santan Secara Enzimatis Menggunakan Enzim Papain Dengan Penambahan Ragi
Tempe".semoga bermanfaat.
PEMAHAMAN KONSEP KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DENGAN MEMANFAATKAN
LINGKUNGAN SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SLTP
ABSTRAK
Hasil observasi pendahuluan
pada beberapa SLTP Negeri di kotamadyaDenpasar menunjukkan bahwa terdapat
beberapa kendala yang dihadapi guru-guru dalam proses pembelajaran. Salah satu
kendalanya adalah sulit menanamkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan
kepada siswa. Adapun tujuan dari penelitian tindakan ini adalah(1) Untuk
mengetahui bahwa pemanfaatan lingkungan sekolah dapat meningkatkan pemahaman
konsep keanekaragaman tumbuhan, (2) Untuk meningkatkan kemampuan siswa
mengerjakan tugas secara berkelompok dalam memahami konsep keanekaragaman
tumbuhan. Data diperoleh melalui tes dan penggunaan pedoman observasi, data
diolah dengan persentase. Hasil analisis data diperoleh keberhasilan belajar
pada siklus I ; 71,79 %, siklus II ; sebesar 84,62 % dan pada siklus III,
sebesar 94,874 %. Jadi menunjukkan ada peningkatan pembelajaran siswa dari
siklus I sampai dengan siklus III. Dengan demikian, pemanfaatan lingkungan
sekolah dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa.
Kerjasama siswa dalam menyelesaikan tugas secara berkelompok juga meningkat,
terbukti semakin aktifnya diskusi dalam kelompok dan kemampuan mengerjakan
tugas kelompok semakin cepat dan sempurna.
Kata kunci :Pemahaman Konsep, Keanekaragaman Tumbuhan dan Lingkungan Sekolah.
ABSTRACT
The result of preliminary observation at some SLTPN 10 Denpasar
Municipality, showed that there were some difficulties faced by the
teacher in the learning process. One of them was that it was difficult
to teach concept understanding of plant diversity to the students. The
purposes of this action research were (1) to fine out whether or not the
benefit of school environment could improvethe concept understanding of
plant diversity, (2) to improve the student's ability in completing the
group task in studying the plant diversity. The data were obtained from
the test and observation, they were analyzed by the use of percentage.
The result of data analysis showed the learning success in cycle I,
71,79%, in cycle II, 84,62%, and in cycle III, 94,87%. The showed that
there was good improvement from cycle I, to cycle III. There fore the
benefit of school environment could improve the student's concept
understanding of plant diversity. The student's cooperation in
completing the group task improve, seen from their activities in group
discussion and their ability in completing the task.
Keywords : Concept understanding, plant diversity, and school environment.
1. Pendahuluan
Berdasarkan observasi
pendahuluan pada beberapa sekolah di Denpasar,seperti SLTPN 1, 2, 5 dan 10
Kotamadya Denpasar terdapat beberapa kendala yang dihadapi guru dalam
pembelajaran biologi. Salah satu kendalanya adalah dalam mengajarkan konsep
keanekaragaman tumbuhan. Menurut para guru penanaman konsep keanekaragaman
tumbuhan pada siswa sangat sulit. Kesulitan itu disebabkan sulitnya siswa
menghafal nama-nama tumbuhan yang ada, referensi yang kurang, waktu terbatas
dan jam mengajar guru cukup padat.
Dari hasil wawancara dengan
para guru biologi SLTPN 10 Kodya Denpasar juga diperoleh keterangan bahwa
lingkungan sekolah belum pernah dimanfaatkan dalam proses pembelajaran,
khususnya keanekaragaman tumbuhan. Temuan ini sesuai dengan pendapat Arief
(1996) bahwa dalam proses belajar mengajar biologi guru masih dominan untuk
memindahkan ilmu pengetahuan kepada siswa tanpa membuat siswa aktif dalam
belajar. Pada kenyataannya guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam
pembelajaran biologi. Menurut Sukmadinata (1988), guru yang baik adalah guru
yang berhasil dalam pengajaran, yaitu guru yang dapat mempersiapkan siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Sudah banyak tulisan yang menyoroti tentang lingkungan, tetapi penelitian -
penelitian tersebut belum menyentuh langsung tentang upaya peningkatan
pemahaman konsep khususnya konsep keanekaragaman tumbuhan. Proses pembelajaran
dengan metode ceramah dalam pembelajaran biologi cenderung membuat siswa menjadi
pasif, dan tidak ada keinginan siswa untuk mencoba melakukan penelitian
sederhana dalam belajar. Dengan demikian mempelajari biologi, khususnya
keanekaragaman tumbuhan diperlukan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan keterampilan proses.Pendekatan keterampilan proses melatih siswa
untuk melakukan pengamatan dan mencoba secara langsung masalah yang diamati
dalam proses pembelajaran.
Menurut Funk dan Harlen
(1993), keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang
dipergunakan untuk memproses informasi yang diperoleh dalam pembelaiaran.
Sebagaimana dimuat dalam Depdikbud (1994) bahwa pendekatan keterampilan proses
adalah pendekatan dalam proses belajar mengajar yang menekankan kepada
pembentukan keterampilan memperoleh dan mengkomuni-kasikan perolehannya. Dengan
menggunakan pendekatan keterampilan proses diharapkan mencapai sasaran belajar
sesuai dengan tujuan kurikulum pengajaran seperti dikemukakan oleh Bloom
meliputi aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek sikap (affective domain),
dan aspek keterampilan (psychomotor domain) (Darmodjo dan Kaligis, 1992). Dari
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, pendekatan keterampilan
proses merupakan pendekatan yang dianggap paling tepat untuk pengajaran
biologi.
Dalam penelitian Sarjono
(2000) dinyatakan, penerapan keterampilan proses siswa sangat kurang sehingga
siswa menunjukkan ketidakmampuan mengekspresikan ide-ide dengan cara mereka
sendiri. Pada sisi lain juga terlihat bahwa rata-rata NEM IPA pada SLTPN di
Jawa Timur masih rendah, seperti tahun 1996/1997 sebesar 5,18, 1997/1998
sebesar 4,81 dan tahun 1998/1999 sebesar 4,74, sedangkan rata-rata NEM IPA pada
SLTPN 10 Kotamadya Denpasar tahun 1998/1999 sebesar 5,29, lebih rendah
dibanding bidang studi lain seperti Matematika (6,26), PPKN (7,16), Bahasa
Indonesia (6,76), IPS (6,47), dan Bahasa Inggris (7,70).
Menyimak gejala-gejala
tersebut di atas diperlukan peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman
tumbuhan pada siswa. dan pelaksanaannya dalam pembelajaran dengan memanfaatkan
lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Lingkungan sekolah adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar sekolah, meliputi lingkungan hidup (biotik)
seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan serta lingkungan yang tidak hidup (abiotik)
seperti tanah, air, udara, iklim dansinar matahari (Depdikbud, 1994).
Sehubungan dengan hal tersebut Kimmins (1997) menyatakan ada dua komponen
penting di lingkungan organisme yaitu faktor abiotik (fisik dan kimia) dan
biotik. Lingkungan inilah dimanfaatkan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran biologi di SLTPN 10 Kotamadya Denpasar.
Menurut Rifai (1992) anak
didik harus diakrabkan dengan upaya-upaya nyata pelestarian keanekaragaman
hayati di lingkungan sekitarnya seperti mengadakan kunjungan ke kebun koleksi
bibit, taman kota, halaman sekolah, kebun binatang, cagar alam dan sebagainya.
Kunjungan tersebut akan menambah wawasan mereka tentang pentingnya pemanfaatan
sumber daya keanekaragaman hayati, secara bijaksana terutama dalam proses
belajar. Dampak lain dari upaya tersebut menyebab-kan siswa memahami arti
penting dari keanekaragaman khususnya keanekaragaman tumbuhan. Sulasmi (2000)
menyatakan keanekaragaman tumbuhan merupakan bentuk penampilan atau perwujudan
alamiah yang berbeda-beda dari tumbuhan yang terdapat di suatu wilayah.
Perwujudan alamiah tersebut dapat berupa ciri atau sifat morfologi, anatomi,
fisiologi, genetik dan ekosistem dari tumbuhan.
Dari latar belakang dan
landasan teori di atas, masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut.
(1) Apakah pemanfaatan lingkungan sekolah dalam pembelajaran dapat meningkatkan
pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya
Denpasar? (2) Apakah pemanfaatan
lingkungan sekolah dapat meningkatkan kemampuan siswa mengerjakan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) secara berkelompok dalam memahami konsep keanekaragaman tumbuhan?
Dari latar belakang dan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah. (1) untuk
meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN
10 Kotamadya Denpasar, dan (2) untuk meningkatkan kemampuan siswa mengerjakan
lembar kegiatan secara berkelompok dalam memahami konsep keanekaragaman
tumbuhan.
2. Metode Penelitian
Penelitian
ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research).
Dilaksanakannya penelitian tindakan kelas di SLTPN 10 Kotamadya Denpasar karena
kendala yang muncul dalam proses pembelajaran seperti kurangnyapemahaman konsep
keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu
upaya perbaikan proses pembelajaran oleh guru, sebab hanya gurulah yang paling
tahu tentang keadaan kelas yang dikelolanya. Lewin (dalam Kemmis dan McTaggart, 1988) mendeskripsikan penelitian tindakan sebagai tindakan
berkelanjutan dari langkah-langkah berbentuk spiral, setiap langkah (siklus)
berisi perencanaan,pelaksanaan tindakan, observasi (evaluasi) dan refleksi
tindakan. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dengan
guru biologi kelas I SLTPN 10 Kotamadya Denpasar. Penelitian ini berlangsung
tiga siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu(1) tahap
perencanaan, meliputi: pembekalan kepada guru, penyusunan model pembelajaran,
penyiapan instrumen tes (pretes, postes), lembar observasi dan membentuk
kelompok belajar siswa, (2) tahap pelaksanaan tindakan, meliputi: pelaksanaan
kegiatan dari perencanaan yang dibuat, (3) tahap observasi, yaitu pengamatan
dari pelaksanaan tindakan melalui pedoman observasi, dan (4) tahap refleksi,
yaitu menganalisis dan memberi pemaknaan dari pelaksanaan tindakan, sehingga
dapat dibuat perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.
Data dalam penelitian ini
dikumpulkan dengan menggunakan alat tes dan pedoman observasi. Tes digunakan
untuk memperoleh data tentang peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman
tumbuhan pada siswa. Alat tes yang digunakan terdiri atas 25 item soal pada
setiap siklus, sehinggajumlah soal dari ketiga siklus menjadi berjumlah 75
item. Agar dalam penyusunan tes dapat mengukur aspek yang diperlukan dan sesuai
dengan pokok dan sub pokok bahasan yang diajarkan, maka terlebih dahulu disusun
kisi-kisi tes (Sujana, 1989). Selanjutnya tes yang telah disusun diakukan uji coba
terlebih dahulu agar tes (instrumen) dapat dipergunakan untuk menjaring data
secara akurat. Kaitannya dengan uji coba tes tersebut maka dilakukan (a) uji
validitas, (b) uji reliabilitas, (c) uji tingkat kesukaran, dan (d) uji daya
beda. Selanjutnya, setelah tes tersebut memenuhi syarat sesuai dengan
persyaratan tes yang baik barulah tes tersebut digunakan menjaring data dalam
penelitian, seperti mengadakan pretes dan postes pada setiap siklus. Siswa yang
dianggap tuntas belajar, bila telah mencapai nilai 6,5 ke atas atau 65%, siswa
yang mendapat nilai kurang dari 6,5 dinyatakan belum tuntas belajar. Pengadaan
postes dilaksanakan pada setiap akhir siklus sedangkan untuk mengamati kegiatan
guru dan siswa digunakan pedoman observasi. Untuk mendukung hasil pengamatan,
peneliti juga melakukan perekaman kegiatan proses pembelajaran dengan
menggunakan kamera foto.
Data
yang telah terkumpul dianalisis dengan rumus persentase. Selanjutnya, nilai
yang diperoleh siswa di cocokkan kedalam tabel konversi nilai dengan skala
lima. Hasil analisis ini digunakan untuk mencari ketuntasan belajar. Menurut
Depdikbud (1994) ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 85% dari siswa
memperoleh nilai 6,5 atau 65%, artinya siswa baru dapat dikatakan tuntas bila
siswa telah mendapat nilai minimal 6,5. Bila siswa memperoleh nilai kurang dari
6,5 dianggap belum tuntas belajar, selanjutnya bagi siswa yang bersangkutan
dimasukkan kedalam satu atau dua kelompok tergantung dari jumlah siswa yang
belum tuntas bekajar. Siswa inilah yang mendapatkan perhatian (fokus) dari guru
saat pelaksanaan tindakan pada siklus-siklus berikutnya.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1
Hasil Penelitian
Setahun sebelum
penelitian yang sebenarnya dimulai terlebih dahulu peneliti bersama guru
biologi dan siswa kelas I pada tahun 1999/2000 tepatnya tanggal 9 Agustus 2000
mengadakan penanaman tumbuh-tumbuhan di halaman sekolah SLTPN 10 kotamadya
Denpasar. Tujuannya adalah untuk menambah jenis keanekaragaman tumbuhan di
lingkungan sekolah, sehingga nantinya lingkungan sekolah sudah mendukung
pelaksanaan penelitian. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang ditanam meliputi:
pacar air, bunga mawar, bunga kembang sepatu, bogenvil, cempaka, puring, palma
dan tumbuhan paku, seperti paku suplir, paku sarang burung dan paku tanduk
rusa. Pada saat penelitian tumbuhan tersebut telah tumbuh dengan sempurna,
karena selama ini tumbuhan tersebut telah dipelihara dengan baik oleh petugas
disekolah. Pada saat penanaman tersebut siswa diberikan tugas menyusun laporan
secara berkelompok mulai dari pemilihan tanaman yang akan ditanam sampai pada
tumbuhnya tanaman tersebut.
Selanjutnya, penelitian
dilaksanakan dalam tiga siklus. Pada siklus I dilakukan tiga kali pertemuan,
membahas tentang konsep alga, jamur dan lumut, masing-masing pertemuan
memerlukan waktu 2 x 45 menit. Pembagian waktunya 10 menit motivasi awal dari
guru dan pembagian kelompok, 30 menit kegiatan di lapangan dan 40 menit diskusi
kelas serta presentasi hasil dan 10 menit kemudian diakhiri dengan rangkuman
oleh guru. Setiap siklus diawali dengan pretes dan pada akhir siklus diadakan
postes. Hasil pengamatan pada pelaksanaan siklus I adalah sebagai berikut,
yakni (a) guru telah memulai pembelajaran dengan memberi motivasi pada siswa
dan mengakhiri dengan membuat rangkuman, (b) pada setiap kegiatan guru telah
berusaha mendampingi siswa, (c) kerja kelompok siswa masih kurang aktif,
terutama kelompok 5, 6, dan 7 yang aktif kelompok 1, 2, 3, dan 4, (d) dari
hasil postes ada sebanyak 28 orang atau 71,79% siswa telah tuntas belajar,
sedangkan 11 orang atau 28,21% siswa belum tuntas belajar. Hasil refkeksi pada
siklus I adalah (a) keaktifan siswa dalam kerja kelompok kurang, (b) siswa
belum mampu membuat kesimpulan dengan benar, (c) guru mendorong siswa berani
mengajukan dan menjawab pertanyaan, dan (d) terdapat 71,79% siswa telah tuntas
belajar dan 28,21% siswa belum tuntas belajar.
Dari refleksi tindakan pada
siklus I disusun rencana tindakan siklus II sebagai berikut, yakni (1) guru
merubah susunan kelompok dengan memasukkan siswa yang kurang berhasil menjadi
dua kelompok (kelompok 1 dan kelompok 2), (2) memasukkan siswa yang belum
tuntas kedalam dua kelompok tadi, (3) guru harus lebih memfokuskan perhatian
kepada siswa yang belum tuntas, (4) guru menyarankan siswa bekerja lebih
sistematis, dan (5) siswa diwajibkan membaca pelajaran minimal sehari
sebelumnya.
Pada siklus II dilaksanakan
satu kali pertemuan, konsep yang dibahas adalah tumbuhan paku dengan rincian
waktu 2 x 45 menit. Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran secara umum sama
dengan siklus I, kecuali focus perhatian guru pada dua kelompok yang belum
tuntas. Hasil pengamatan tindakan pada siklus II sebagai berikut, yakni (a)
diskusi kelompok meningkat, (b) siswa aktif berdiskusi dan bertanya, (c) setiap
kelompok mampu menyelesaikan tugasnya, (d) dari hasil postes terdapat 33 orang
atau 84,62% siswa sudah tuntas belajar, sedangkan 6 orang atau 15,38% yang
belum tuntas belajar. Refleksi tindakannya adalah (a) siswa telah aktif dalam
pembelajaran, (b) siswa aktif mengajukan dan menjawab pertanyaan, (c) siswa
lebih cepat menyelesaikan tugas dan (d) masih terdapat 15% siswa yang belum
tuntas belajar.
Dari refleksi tindakan pada
siklus II, kemudian disusun rencana tindakan pada siklus III sebagai berikut,
yakni (1) guru merubah susunan kelompok, dengan memasukkan 6 orang siswa yang
belum berhasil kedalam satu kelompok yaitu kelompok 1, (2) guru lebih
memfokuskan perhatian kepada kelompok siswa yang belum tuntas, dan (3) guru
membagi model pembelajaran siklus selanjutnya pada akhir pertemuan siklus II.
Pada siklus III dilaksanakan
tiga kali pertemuan, masing-masing 2 x 45 menit, konsep yang dibahas adalah
tumbuhan biji (Spermatophyta) meliputi: tumbuhan biji terbuka (Gymnospermae),
tumbuhan biji tertutup (Angiospermae). Pembagian waktu dan teknik
pelaksanaannya secara umum sama dengan siklus I dan siklus II. Hasil pengamatan
tindakan pada siklus III adalah sebagai berikut, yakni (a) guru melaksanakan
proses pembelajaran dengan baik, (b) kerja kelompok siswa berjalan baik, (c)
siswa aktif berdiskusi dan mengajukan pertanyaan, (d) aktivitas kelompok yang
menjadi focus penelitian berjalan dengan baik dan aktif, (e) dari hasil postes
terdapat 94,87% (37 orang) yang telah tuntas belajar, sedangkan 5,13% (2 orang)
belum tuntas belajar dari 39 orang siswa yang menjadi subjek penelitian.
Refleksi tindakan pada siklus III sebagai berikut: (a) kerja sama kelompok dan
keaktifan berjalan dengan baik, (b) Kelompok yang menjadi fokus penelitian
mampu meningkatkan pemahaman konsepnya, (c) tingkat ketuntasan belajar secara
klasikal mencapai 94,87% atau sebanyak 37 orang berarti sudah berada di atas
85%, dan (d) pelaksanaan siklus berikutnya tidak diperlukan kagi.
Dari ketiga siklus tersebut
diperoleh hasil secara berturut-turut, yaitu (a) 71,79% pada siklus I, (b)
84,62% pada siklus II, dan (c) 94,87% pada siklus III. Artinya ada peningkatan
pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan yang dikuasai oleh siswa kelas IB
SLTPN 10 kotamadya Denpasar dalam proses pembelajaran biologi. Dengan demikian,
hipotesis yang diajukan berbunyi pemanfaatan lingkungan sekolah secara optimal
dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB
SLTPN 10 Kotamadya Denpasar dapat diterima, karena telah terbukti kebenarannya.
3.2 Pembahasan
Pemanfaatan lingkungan sekolah
dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman
tumbuhan pada siswa. Hal ini telah terbukti dari hasil pelaksanaan tindakan
pada setiap siklus seperti diuraikan dalam bab IV yaitu pada hasil penelitian.
Dari data tersebut terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa yang sangat
meyakinkan, artinya lingkungan sekolah sangat mendukung bila dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran karena dapat mempercepat pemahaman konsep keanekaragaman
tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya Denpasar. Temuan ini sesuai
dengan pendapat Arief (1996) yang menyatakan penggunaan media dalam bentuk asli
akan lebih bermakna bagi anak didik dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
biologi dibandingkan media bentuk model, gambar dan sketsa. Temuan ini juga
didukung oleh penelitian Lisowski dan Disinger (1984) yang mengemukakan bahwa
konsepsi siswa mengenai konsep ekologi dan pengaruh strategi pengajaran
lapangan dapat meningkatkan pemahaman mereka dan retensi pada konsep ini.
Senada dengan temuan tersebut Yount dan Horton (1992) mengemukakan bahwa siswa
yang memiliki sikap terhadap lingkungan yang lebih baik akan dapat mengambil
keputusan yang lebih baik pula dalam upaya pelestarian lingkungan sekitarnya.
Bila dibandingkan dengan
temuan peneliti lain yang dirujuk, maka penelitian ini mempunyai karakteristik
tersendiri yaitu pemanfaatan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah dalam
upaya mempercepat pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Hasil
penelitian ini bermanfaat bagi siswa, seperti(1) siswa memiliki keterampilan
untuk mendapatkan ilmu yang berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah,
(2) gairah belajar siswa meningkat, tercermin dari keaktifan siswa dalam
melakukan kegiatan di lapangan dan di kelas, dan (3) belajar menjadi bermakna,
karena setelah konsepnya dipahami maka konsep tersebut lebih lama dapat
diingat. Temuan ini didukung oleh pendapat Arikunto (1990) bahwa lingkungan
sekolah merupakan sesuatu yang dekat dengan dunia siswa dan mudah dikenal dalam
kehidupan sehari-hari, serta lingkungan sekolah merupakan tempat yang menunjang
sebagian dari kebutuhan siswa.
Penelitian ini juga berguna
bagi guru, karena (1) guru dapat memperdalam pendekatan dan metode yang
digunakan, (2) guru menjadi lebih profesional, karena meningkatnya pengetahuan
dan pemahaman tentang PTK. Temuan ini didukung oleh Susilo (2000) menyatakan
bahwa guru yang terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) adalah
guru yang selalu mau meningkatkan proses pembelajaran yang dikelolanya.
Implikasi penelitian ini bagi
sekolah adalah sekolah memiliki guru yang profesional dan sekolah dapat
menambah koleksi tumbuhan yang berguna dalam proses pembelajaran, keindahan,
kesejukan, dan pelestarian lingkungan. Tidak kalah penting artinya temuan ini
bagi peneliti karena (1) dapat meningkatkan pengetahuan tentang PTK, (2)
mengenal lebih dalam pembelajaran biologi di SLTP, dan (3) dapat merintis kerja
sama kemiteraan dengan sekolah dan guru.
Pemanfaatan lingkungan sekolah
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS secara berkelompok.
Hal ini dapat terwujud karena pada setiap pelaksanaan tindakan, guru selalu
membentuk kelompok-kelompok yang terdiri atas lima sampai enam orang siswa,
baru kemudian dibagikan LKS. Kelompok ini tidak selalu tetap, karena pada
setiap siklus selalu berubah susunan anggotanya. Perubahan ini bertujuan (a)
memudahkan guru membimbing siswa, (b) membiasakan siswa bekerja secara
berkelompok pada setiap orang, dan (c) meningkatkan keaktifan berdiskusi dengan
suasana baru, serta siswa akan lebih bergairah belajar.
Pada siklus I ada tiga
kelompok yang belum aktif seperti kelompok 4, 6, dan kelompok 7. Dari hasil
pengamatan menunjukkan bahwa kelompok ini belum aktif berdiskusi, belum dapat
menyelesaikan tugas dengan tuntas dan belum mampu membuat kesimpulan dengan
benar. Dentsch (dalam Lazarowith dan Slavin, 1984) menyatakan agar pembelajaran
dapat berlangsung secara kerja kelompok, maka siswa harus mempersiapkan diri
saling tergantung secara positif antara anggota kelompok lain.
Pada siklus II dengan diadakan
perubahan susunan kelompok dan fokus guru lebih diarahkan pada kelompok yang
kurang tuntas, ternyata dapat meningkatkan aktivitas kelompok menjadi lebih
baik dan aktif. Kenyataan ini terlihat pada (a) masing-masing kelompok mampu
menyelesaikan tugasnya, dan (b) siswa telah berani mengajukan pertanyaan dan
menjawab pertanyaan temannya. Hal ini menunjukkan kerja sama kelompok dapat
dibangun dari kesadaran masing-masing individu dalam kelompok. Temuan ini
didukung pendapat Slavin (1986) bahwa ciri khusus yang membentuk belajar
kelompok adalah metode ini mendorong siswa bekerja sama untuk belajar dan
bertanggung jawab.
Pada siklus III dirubah lagi
susunan kelompoknya. Perubahan ini diperlukan karena pada siklus II masih ada
enam orang siswa yang belum tuntas belajar, walaupun secara umum kerja kelompok
sudah menunjukkan aktivitas yang baik. Dimasukkannya siswa yang belum tuntas ke
dalam satu kelompok, ternyata dapat memacu mereka untuk belajar dan berkarya
lebih baik, ini dibuktikan pada siklus III hasil postes mencapai 94,87%. Dengan
hasil tersebut berarti pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan dan kemampuan
siswa mengerjakan tugas secara berkelompok berada dalam kategori baik.
4. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai Berikut.
- Pemanfaatan lingkungan sekolah dalam proses
pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan
pada siswa. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ketuntasan
belajar siswa pada setiap siklus, yaitu 71,79% pada siklus I, 84,62% pada
siklus II, dan 94,87% pada siklus III.
- Ketuntasan belajar pada siklus III yaitu 94,87% telah
melampaui dari standar baku yaitu 85%, sehingga pembelajaran sudah
dianggap tuntas.
- Kerja sama kelompok semakin meningkat pada setiap
siklus. Keberhasilan ini ditunjukkan dengan aktifnya siswa dalam diskusi
kelompok dan diskusi kelas, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna
bagi siswa.
- Guru semakin kreatif dan profesional karena dengan
pengalaman mengadakan PTK guru mendapatkan bekal dalam peningkatan profesional
dan pengembangan proses pembelajaran di kelasnya.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut.
- Pemerintah dalam membangun sekolah diharapkan supaya
membuat halaman yang rindang dan kaya akan keanekaragaman tumbuhan, sehingga
dapat digunakan dalam pembelajaran biologi, pelestarian lingkungan dan
keindahan.
- Kepada Depdiknas agar memberikan perhatian kepada
guru-guru sehingga memahami dan mampu melakukan PTK, sehingga dapat
mengikuti masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran di sekolahnya.
- Bagi kepala sekolah disarankan agar memberikan peluang
kepada gurunya untuk mengembangkan kreativitas dan profesionalismenya
dalam pembelajaran, sehingga guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan
tetapi mendorong siswa menemukan atau membuktikan teori melalui pengalaman
langsung.
- Bagi guru diharapkan selalu menambahkan pengetahuan
gagasan baru dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan gairah belajar
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
- Arief, A. 1996. “Menciptakan Situasi Belajar Mengajar
yang Dinamis”. Jurnal Chimera 1 (1)/96:5 – 21.
- Arikunto, S. 1990. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar di
Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikti P2Tk. Depdikbud.
- Arikunto, S. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumiaksara.
- Darmodjo, H, & Kaligis, J.R.E. 1992. Pendidikan IPA
II. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2TK.
- Depdikbud. 1994. Kurikulum SLTP. Petunjuk Pelaksanaan
Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdas & Menengah,
Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
- Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan (Action Research).
Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
- Funk, J., & Harlen, W. 1993. The Teaching in
Science. London: David Fulton Publisher.
- Kemmis, S., & Mc Taggart, R. 1988. The Action
Research Planer. Victoria: Deakin University Press.
- Kimmins, J.P. 1997. Forest Ecology, A Foundation for
Sustainable Management. Second Edition. New Jersey 07458: Prentice-Hall,
Inc
- Lazarowitz, C.W., & Slavin, R. 1984.Learning to
Cooperative, Cooperative to Learn. New York: Plenum Press.
- Lisowski, M. dan Disinger, J.F. 1987. Cognitive
Learning in The Environment: Secondary Students. ERIC/SMEAC Environment
Education Digest No. 1,
1987.(http://www.ed.gov/databases/ERIC_Digests/ed.286756-html.13-1-97).
- Rifai, M.A. 1992. Keanekaragaman Hayati dalam Kelas
Sekolah. Surabaya: FPMIPA IKIP Surabaya.
- Sardjono. 2000. Permasalahan Pendidikan di Sekolah dan
Upaya Pemecahannya. Malang: Dirjen Dikti Depdiknas.
- Sujana, N.1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar.
Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
- Slavin, R. 1986. Cooperative Learning Theory, Research
and Practice (2nd). Boston: Allyn and Bacon.
- Sukmadinata, N.S. 1988. Prinsip dan Landasan
Perkembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. P2LPTK.
- Sulasmi. E.S. 2000. Pengajaran Keanekaragaman Tumbuhan
di SMU, Permasalahan dan Pemecahannya. Malang: Depdiknas UM, FMIPA.
Makalah, 23 Pebruari 2000.
- Susilo, H. 2000. Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas
Bagi Guru Masa Depan. Malang: Depdiknas Universitas Negeri Malang.
Disajikan dalam Seminar Pemberdayaan Penalaran dengan Tema Penyiapan
Generasi yang Berkualitas Melalui Pengembangan Penalaran Siswa SLTP di
SLTPN 2 Malang 15 April 2000.
- Tim Peneliti Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2GSM
(Secondary School Teacher Development Project).
- Yount, J.R & Horton, P.B. 1992. Factor Influenching
Environmental Attitude: The Relationship Between Environmental Attitude
Defensibility and Cognitive Reasoning Level. Jurnal of Research in Science
Teaching 29(10)1051-1077.
sumber: undiksha.ac.id
http://jurnalpendidikanislam.blogspot.com/2012/09/contoh-ptk-biologi-penelitian-tindakan.html#.UPS_5GdaH51