Monday, January 28, 2013

PENGOLAHAN GRAFIK DAN PENGOLAHAN CITRA

Pengolahan Grafik pada umumnya sering kita gunakan dan butuhkan dalam kegiatan sehari-hari. Digunakan untuk mengolah gambar/manipulasi foto (photo retouching). Perlu diperhatikan bahwa semua objek yang diolah dalam progam-program tersebut dianggap sebagai kombinasi beberapa titik/pixel yang memiliki kerapatan dan warna tertentu, misalnya, foto. Selain itu, program yang termasuk dalam kelompok ini dapat juga mengolah teks dan garis, tetapi dianggap sebagai kumpulan pixel. Dengan menggunakan sebuah grafik kita akan dapat lebih mudah membuat sesuatu seperti gambar,foto,char dan lain-lain. Seiring berkembangnya zaman, aplikasi pengolahan gambar semakin berkembang dan banyak jenisnya. Berikut contoh 2 aplikasi pegolahan gambar yang biasannya kita gunakan. Adobe Photoshop atau biasa juga kita kenal sebagai Photoshop adalah sebuah program untuk mengolah grafik yang dikembangkan dan dikeluarkan oleh Adobe System. Saat ini Photoshop merupakan pemimpin dalam industri software untuk mengedit gambar. Dan diantara kita mungkin jarang yang tidak mengenal Photoshop karena aplikasi Photoshop mungkin salah satu aplikasi untuk mengedit gambar yang terbaik. Namun Photoshop tidak gratis dan kita harus membayar sejumlah uang yang cukup besar agar dapat menggunakannya. Corel PhotoPaint (Corel PHOTO-PAINT) adalah perangkat lunak buatan Corel yang dikhususkan untuk pengeditan foto/gambar dan pembuatan efek seperti Adobe Photoshop. Perangkat lunak ini banyak digunakan oleh fotografer digital dan perusahaan iklan. Perangkat lunak ini biasa dijual satu paket dengan Corel Draw dan Corel R.A.V.E . Pengolahan citra adalah salah satu cabang dari ilmu informatika.Pengolahan citra berkutat pada usaha untuk melakukan transformasi suatu citra/gambar menjadi citra lain dengan menggunakan teknik tertentu.Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling.Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasikan oleh manusia atau mesin. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Inputan pada proses ini adalah citra dan keluarannya juga berupa citra dengan kualitas lebih baik daripada citra inputan sebelumnya. Akuisisi Citra Sistem akuisisi data dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengambil, mengumpulkan dan menyiapkan data, hingga memprosesnya untuk menghasilkan data yang dikehendaki. Pada data berjenis citra yang masih berbentuk analog, citra tersebut harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai- nilai diskrit agar dapat diolah dengan komputer digital. Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila: 1. perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra, 2. elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur, 3. sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.

sumber
http://rafelsogo.blogspot.com/2012/09/pengolahan-grafik-dan-pengolahan-citra.html

Monday, January 14, 2013

JURNAL ILMIAH : Contoh Penelitian Tindakan Kelas Biologi



NAMA                   :  1. PUKKA HERMAN  (1A111128 )
                                   2. WAHYU KURNIAWAN ( 17110021 )

  
JURNAL ILMIAH CONTOH PENELITIAN TINDAKAN KELAS BIOLOGI


Contoh Penelitian Tindakan Kelas Biologi
            Selamat datang di Jurnal Pendidikan. Sobat Jurnal Pendidikan Pada kesempatan kali ini admin akan berbagi artikel tentang Contoh PTK Biologi dengan judul "Pemahaman Konsep Keanekaragaman Tumbuhan Dengan Memanfaatkan Lingkungan Sekolah Dalam Pembelajaran Biologi Di SLTP" yang disusun oleh sobat I Ketut Ardana (Jurusan Pendidikan Dasar - Fakultas Ilmu Pendidikan,IKIP Negeri Singaraja). atau mungkin sobat pendidikan ingin terlebih dahulu membaca posting sebelumnya yang membahas tentang "Contoh Penelitian Minyak Kelapa :: Pembuatan Minyak Kelapa Dari Santan Secara Enzimatis Menggunakan Enzim Papain Dengan Penambahan Ragi Tempe".semoga bermanfaat.





PEMAHAMAN KONSEP KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DENGAN MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SLTP


ABSTRAK

            Hasil observasi pendahuluan pada beberapa SLTP Negeri di kotamadyaDenpasar menunjukkan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi guru-guru dalam proses pembelajaran. Salah satu kendalanya adalah sulit menanamkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan kepada siswa. Adapun tujuan dari penelitian tindakan ini adalah(1) Untuk mengetahui bahwa pemanfaatan lingkungan sekolah dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan, (2) Untuk meningkatkan kemampuan siswa mengerjakan tugas secara berkelompok dalam memahami konsep keanekaragaman tumbuhan. Data diperoleh melalui tes dan penggunaan pedoman observasi, data diolah dengan persentase. Hasil analisis data diperoleh keberhasilan belajar pada siklus I ; 71,79 %, siklus II ; sebesar 84,62 % dan pada siklus III, sebesar 94,874 %. Jadi menunjukkan ada peningkatan pembelajaran siswa dari siklus I sampai dengan siklus III. Dengan demikian, pemanfaatan lingkungan sekolah dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Kerjasama siswa dalam menyelesaikan tugas secara berkelompok juga meningkat, terbukti semakin aktifnya diskusi dalam kelompok dan kemampuan mengerjakan tugas kelompok semakin cepat dan sempurna.

Kata kunci :Pemahaman Konsep, Keanekaragaman Tumbuhan dan Lingkungan Sekolah.


ABSTRACT
The result of preliminary observation at some SLTPN 10 Denpasar Municipality, showed that there were some difficulties faced by the teacher in the learning process. One of them was that it was difficult to teach concept understanding of plant diversity to the students. The purposes of this action research were (1) to fine out whether or not the benefit of school environment could improvethe concept understanding of plant diversity, (2) to improve the student's ability in completing the group task in studying the plant diversity. The data were obtained from the test and observation, they were analyzed by the use of percentage. The result of data analysis showed the learning success in cycle I, 71,79%, in cycle II, 84,62%, and in cycle III, 94,87%. The showed that there was good improvement from cycle I, to cycle III. There fore the benefit of school environment could improve the student's concept understanding of plant diversity. The student's cooperation in completing the group task improve, seen from their activities in group discussion and their ability in completing the task.

Keywords : Concept understanding, plant diversity, and school environment.


1. Pendahuluan

            Berdasarkan observasi pendahuluan pada beberapa sekolah di Denpasar,seperti SLTPN 1, 2, 5 dan 10 Kotamadya Denpasar terdapat beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran biologi. Salah satu kendalanya adalah dalam mengajarkan konsep keanekaragaman tumbuhan. Menurut para guru penanaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa sangat sulit. Kesulitan itu disebabkan sulitnya siswa menghafal nama-nama tumbuhan yang ada, referensi yang kurang, waktu terbatas dan jam mengajar guru cukup padat.

            Dari hasil wawancara dengan para guru biologi SLTPN 10 Kodya Denpasar juga diperoleh keterangan bahwa lingkungan sekolah belum pernah dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, khususnya keanekaragaman tumbuhan. Temuan ini sesuai dengan pendapat Arief (1996) bahwa dalam proses belajar mengajar biologi guru masih dominan untuk memindahkan ilmu pengetahuan kepada siswa tanpa membuat siswa aktif dalam belajar. Pada kenyataannya guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran biologi. Menurut Sukmadinata (1988), guru yang baik adalah guru yang berhasil dalam pengajaran, yaitu guru yang dapat mempersiapkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sudah banyak tulisan yang menyoroti tentang lingkungan, tetapi penelitian - penelitian tersebut belum menyentuh langsung tentang upaya peningkatan pemahaman konsep khususnya konsep keanekaragaman tumbuhan. Proses pembelajaran dengan metode ceramah dalam pembelajaran biologi cenderung membuat siswa menjadi pasif, dan tidak ada keinginan siswa untuk mencoba melakukan penelitian sederhana dalam belajar. Dengan demikian mempelajari biologi, khususnya keanekaragaman tumbuhan diperlukan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses.Pendekatan keterampilan proses melatih siswa untuk melakukan pengamatan dan mencoba secara langsung masalah yang diamati dalam proses pembelajaran.

            Menurut Funk dan Harlen (1993), keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang dipergunakan untuk memproses informasi yang diperoleh dalam pembelaiaran. Sebagaimana dimuat dalam Depdikbud (1994) bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan dalam proses belajar mengajar yang menekankan kepada pembentukan keterampilan memperoleh dan mengkomuni-kasikan perolehannya. Dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses diharapkan mencapai sasaran belajar sesuai dengan tujuan kurikulum pengajaran seperti dikemukakan oleh Bloom meliputi aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek sikap (affective domain), dan aspek keterampilan (psychomotor domain) (Darmodjo dan Kaligis, 1992). Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan yang dianggap paling tepat untuk pengajaran biologi.

            Dalam penelitian Sarjono (2000) dinyatakan, penerapan keterampilan proses siswa sangat kurang sehingga siswa menunjukkan ketidakmampuan mengekspresikan ide-ide dengan cara mereka sendiri. Pada sisi lain juga terlihat bahwa rata-rata NEM IPA pada SLTPN di Jawa Timur masih rendah, seperti tahun 1996/1997 sebesar 5,18, 1997/1998 sebesar 4,81 dan tahun 1998/1999 sebesar 4,74, sedangkan rata-rata NEM IPA pada SLTPN 10 Kotamadya Denpasar tahun 1998/1999 sebesar 5,29, lebih rendah dibanding bidang studi lain seperti Matematika (6,26), PPKN (7,16), Bahasa Indonesia (6,76), IPS (6,47), dan Bahasa Inggris (7,70).

            Menyimak gejala-gejala tersebut di atas diperlukan peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. dan pelaksanaannya dalam pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Lingkungan sekolah adalah segala sesuatu yang berada di sekitar sekolah, meliputi lingkungan hidup (biotik) seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan serta lingkungan yang tidak hidup (abiotik) seperti tanah, air, udara, iklim dansinar matahari (Depdikbud, 1994). Sehubungan dengan hal tersebut Kimmins (1997) menyatakan ada dua komponen penting di lingkungan organisme yaitu faktor abiotik (fisik dan kimia) dan biotik. Lingkungan inilah dimanfaatkan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran biologi di SLTPN 10 Kotamadya Denpasar.

            Menurut Rifai (1992) anak didik harus diakrabkan dengan upaya-upaya nyata pelestarian keanekaragaman hayati di lingkungan sekitarnya seperti mengadakan kunjungan ke kebun koleksi bibit, taman kota, halaman sekolah, kebun binatang, cagar alam dan sebagainya. Kunjungan tersebut akan menambah wawasan mereka tentang pentingnya pemanfaatan sumber daya keanekaragaman hayati, secara bijaksana terutama dalam proses belajar. Dampak lain dari upaya tersebut menyebab-kan siswa memahami arti penting dari keanekaragaman khususnya keanekaragaman tumbuhan. Sulasmi (2000) menyatakan keanekaragaman tumbuhan merupakan bentuk penampilan atau perwujudan alamiah yang berbeda-beda dari tumbuhan yang terdapat di suatu wilayah. Perwujudan alamiah tersebut dapat berupa ciri atau sifat morfologi, anatomi, fisiologi, genetik dan ekosistem dari tumbuhan.

            Dari latar belakang dan landasan teori di atas, masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut. (1) Apakah pemanfaatan lingkungan sekolah dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya      Denpasar? (2) Apakah pemanfaatan lingkungan sekolah dapat meningkatkan kemampuan siswa mengerjakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) secara berkelompok dalam memahami konsep keanekaragaman tumbuhan?

            Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah. (1) untuk meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya Denpasar, dan (2) untuk meningkatkan kemampuan siswa mengerjakan lembar kegiatan secara berkelompok dalam memahami konsep keanekaragaman tumbuhan.

2. Metode Penelitian

            Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Dilaksanakannya penelitian tindakan kelas di SLTPN 10 Kotamadya Denpasar karena kendala yang muncul dalam proses pembelajaran seperti kurangnyapemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu upaya perbaikan proses pembelajaran oleh guru, sebab hanya gurulah yang paling tahu tentang keadaan kelas yang dikelolanya. Lewin (dalam Kemmis dan McTaggart, 1988) mendeskripsikan penelitian tindakan sebagai tindakan berkelanjutan dari langkah-langkah berbentuk spiral, setiap langkah (siklus) berisi perencanaan,pelaksanaan tindakan, observasi (evaluasi) dan refleksi tindakan. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru biologi kelas I SLTPN 10 Kotamadya Denpasar. Penelitian ini berlangsung tiga siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu(1) tahap perencanaan, meliputi: pembekalan kepada guru, penyusunan model pembelajaran, penyiapan instrumen tes (pretes, postes), lembar observasi dan membentuk kelompok belajar siswa, (2) tahap pelaksanaan tindakan, meliputi: pelaksanaan kegiatan dari perencanaan yang dibuat, (3) tahap observasi, yaitu pengamatan dari pelaksanaan tindakan melalui pedoman observasi, dan (4) tahap refleksi, yaitu menganalisis dan memberi pemaknaan dari pelaksanaan tindakan, sehingga dapat dibuat perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.

            Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan alat tes dan pedoman observasi. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Alat tes yang digunakan terdiri atas 25 item soal pada setiap siklus, sehinggajumlah soal dari ketiga siklus menjadi berjumlah 75 item. Agar dalam penyusunan tes dapat mengukur aspek yang diperlukan dan sesuai dengan pokok dan sub pokok bahasan yang diajarkan, maka terlebih dahulu disusun kisi-kisi tes (Sujana, 1989). Selanjutnya tes yang telah disusun diakukan uji coba terlebih dahulu agar tes (instrumen) dapat dipergunakan untuk menjaring data secara akurat. Kaitannya dengan uji coba tes tersebut maka dilakukan (a) uji validitas, (b) uji reliabilitas, (c) uji tingkat kesukaran, dan (d) uji daya beda. Selanjutnya, setelah tes tersebut memenuhi syarat sesuai dengan persyaratan tes yang baik barulah tes tersebut digunakan menjaring data dalam penelitian, seperti mengadakan pretes dan postes pada setiap siklus. Siswa yang dianggap tuntas belajar, bila telah mencapai nilai 6,5 ke atas atau 65%, siswa yang mendapat nilai kurang dari 6,5 dinyatakan belum tuntas belajar. Pengadaan postes dilaksanakan pada setiap akhir siklus sedangkan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa digunakan pedoman observasi. Untuk mendukung hasil pengamatan, peneliti juga melakukan perekaman kegiatan proses pembelajaran dengan menggunakan kamera foto.

           
            Data yang telah terkumpul dianalisis dengan rumus persentase. Selanjutnya, nilai yang diperoleh siswa di cocokkan kedalam tabel konversi nilai dengan skala lima. Hasil analisis ini digunakan untuk mencari ketuntasan belajar. Menurut Depdikbud (1994) ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 85% dari siswa memperoleh nilai 6,5 atau 65%, artinya siswa baru dapat dikatakan tuntas bila siswa telah mendapat nilai minimal 6,5. Bila siswa memperoleh nilai kurang dari 6,5 dianggap belum tuntas belajar, selanjutnya bagi siswa yang bersangkutan dimasukkan kedalam satu atau dua kelompok tergantung dari jumlah siswa yang belum tuntas bekajar. Siswa inilah yang mendapatkan perhatian (fokus) dari guru saat pelaksanaan tindakan pada siklus-siklus berikutnya.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
           
            3.1 Hasil Penelitian
                        Setahun sebelum penelitian yang sebenarnya dimulai terlebih dahulu peneliti bersama guru biologi dan siswa kelas I pada tahun 1999/2000 tepatnya tanggal 9 Agustus 2000 mengadakan penanaman tumbuh-tumbuhan di halaman sekolah SLTPN 10 kotamadya Denpasar. Tujuannya adalah untuk menambah jenis keanekaragaman tumbuhan di lingkungan sekolah, sehingga nantinya lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan penelitian. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang ditanam meliputi: pacar air, bunga mawar, bunga kembang sepatu, bogenvil, cempaka, puring, palma dan tumbuhan paku, seperti paku suplir, paku sarang burung dan paku tanduk rusa. Pada saat penelitian tumbuhan tersebut telah tumbuh dengan sempurna, karena selama ini tumbuhan tersebut telah dipelihara dengan baik oleh petugas disekolah. Pada saat penanaman tersebut siswa diberikan tugas menyusun laporan secara berkelompok mulai dari pemilihan tanaman yang akan ditanam sampai pada tumbuhnya tanaman tersebut.

            Selanjutnya, penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Pada siklus I dilakukan tiga kali pertemuan, membahas tentang konsep alga, jamur dan lumut, masing-masing pertemuan memerlukan waktu 2 x 45 menit. Pembagian waktunya 10 menit motivasi awal dari guru dan pembagian kelompok, 30 menit kegiatan di lapangan dan 40 menit diskusi kelas serta presentasi hasil dan 10 menit kemudian diakhiri dengan rangkuman oleh guru. Setiap siklus diawali dengan pretes dan pada akhir siklus diadakan postes. Hasil pengamatan pada pelaksanaan siklus I adalah sebagai berikut, yakni (a) guru telah memulai pembelajaran dengan memberi motivasi pada siswa dan mengakhiri dengan membuat rangkuman, (b) pada setiap kegiatan guru telah berusaha mendampingi siswa, (c) kerja kelompok siswa masih kurang aktif, terutama kelompok 5, 6, dan 7 yang aktif kelompok 1, 2, 3, dan 4, (d) dari hasil postes ada sebanyak 28 orang atau 71,79% siswa telah tuntas belajar, sedangkan 11 orang atau 28,21% siswa belum tuntas belajar. Hasil refkeksi pada siklus I adalah (a) keaktifan siswa dalam kerja kelompok kurang, (b) siswa belum mampu membuat kesimpulan dengan benar, (c) guru mendorong siswa berani mengajukan dan menjawab pertanyaan, dan (d) terdapat 71,79% siswa telah tuntas belajar dan 28,21% siswa belum tuntas belajar.

            Dari refleksi tindakan pada siklus I disusun rencana tindakan siklus II sebagai berikut, yakni (1) guru merubah susunan kelompok dengan memasukkan siswa yang kurang berhasil menjadi dua kelompok (kelompok 1 dan kelompok 2), (2) memasukkan siswa yang belum tuntas kedalam dua kelompok tadi, (3) guru harus lebih memfokuskan perhatian kepada siswa yang belum tuntas, (4) guru menyarankan siswa bekerja lebih sistematis, dan (5) siswa diwajibkan membaca pelajaran minimal sehari sebelumnya.

            Pada siklus II dilaksanakan satu kali pertemuan, konsep yang dibahas adalah tumbuhan paku dengan rincian waktu 2 x 45 menit. Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran secara umum sama dengan siklus I, kecuali focus perhatian guru pada dua kelompok yang belum tuntas. Hasil pengamatan tindakan pada siklus II sebagai berikut, yakni (a) diskusi kelompok meningkat, (b) siswa aktif berdiskusi dan bertanya, (c) setiap kelompok mampu menyelesaikan tugasnya, (d) dari hasil postes terdapat 33 orang atau 84,62% siswa sudah tuntas belajar, sedangkan 6 orang atau 15,38% yang belum tuntas belajar. Refleksi tindakannya adalah (a) siswa telah aktif dalam pembelajaran, (b) siswa aktif mengajukan dan menjawab pertanyaan, (c) siswa lebih cepat menyelesaikan tugas dan (d) masih terdapat 15% siswa yang belum tuntas belajar.

            Dari refleksi tindakan pada siklus II, kemudian disusun rencana tindakan pada siklus III sebagai berikut, yakni (1) guru merubah susunan kelompok, dengan memasukkan 6 orang siswa yang belum berhasil kedalam satu kelompok yaitu kelompok 1, (2) guru lebih memfokuskan perhatian kepada kelompok siswa yang belum tuntas, dan (3) guru membagi model pembelajaran siklus selanjutnya pada akhir pertemuan siklus II.

            Pada siklus III dilaksanakan tiga kali pertemuan, masing-masing 2 x 45 menit, konsep yang dibahas adalah tumbuhan biji (Spermatophyta) meliputi: tumbuhan biji terbuka (Gymnospermae), tumbuhan biji tertutup (Angiospermae). Pembagian waktu dan teknik pelaksanaannya secara umum sama dengan siklus I dan siklus II. Hasil pengamatan tindakan pada siklus III adalah sebagai berikut, yakni (a) guru melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, (b) kerja kelompok siswa berjalan baik, (c) siswa aktif berdiskusi dan mengajukan pertanyaan, (d) aktivitas kelompok yang menjadi focus penelitian berjalan dengan baik dan aktif, (e) dari hasil postes terdapat 94,87% (37 orang) yang telah tuntas belajar, sedangkan 5,13% (2 orang) belum tuntas belajar dari 39 orang siswa yang menjadi subjek penelitian. Refleksi tindakan pada siklus III sebagai berikut: (a) kerja sama kelompok dan keaktifan berjalan dengan baik, (b) Kelompok yang menjadi fokus penelitian mampu meningkatkan pemahaman konsepnya, (c) tingkat ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 94,87% atau sebanyak 37 orang berarti sudah berada di atas 85%, dan (d) pelaksanaan siklus berikutnya tidak diperlukan kagi.

            Dari ketiga siklus tersebut diperoleh hasil secara berturut-turut, yaitu (a) 71,79% pada siklus I, (b) 84,62% pada siklus II, dan (c) 94,87% pada siklus III. Artinya ada peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan yang dikuasai oleh siswa kelas IB SLTPN 10 kotamadya Denpasar dalam proses pembelajaran biologi. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan berbunyi pemanfaatan lingkungan sekolah secara optimal dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya Denpasar dapat diterima, karena telah terbukti kebenarannya.

3.2 Pembahasan
            Pemanfaatan lingkungan sekolah dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Hal ini telah terbukti dari hasil pelaksanaan tindakan pada setiap siklus seperti diuraikan dalam bab IV yaitu pada hasil penelitian. Dari data tersebut terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa yang sangat meyakinkan, artinya lingkungan sekolah sangat mendukung bila dimanfaatkan dalam proses pembelajaran karena dapat mempercepat pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya Denpasar. Temuan ini sesuai dengan pendapat Arief (1996) yang menyatakan penggunaan media dalam bentuk asli akan lebih bermakna bagi anak didik dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan biologi dibandingkan media bentuk model, gambar dan sketsa. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Lisowski dan Disinger (1984) yang mengemukakan bahwa konsepsi siswa mengenai konsep ekologi dan pengaruh strategi pengajaran lapangan dapat meningkatkan pemahaman mereka dan retensi pada konsep ini. Senada dengan temuan tersebut Yount dan Horton (1992) mengemukakan bahwa siswa yang memiliki sikap terhadap lingkungan yang lebih baik akan dapat mengambil keputusan yang lebih baik pula dalam upaya pelestarian lingkungan sekitarnya.

            Bila dibandingkan dengan temuan peneliti lain yang dirujuk, maka penelitian ini mempunyai karakteristik tersendiri yaitu pemanfaatan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah dalam upaya mempercepat pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa, seperti(1) siswa memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu yang berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah, (2) gairah belajar siswa meningkat, tercermin dari keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan di lapangan dan di kelas, dan (3) belajar menjadi bermakna, karena setelah konsepnya dipahami maka konsep tersebut lebih lama dapat diingat. Temuan ini didukung oleh pendapat Arikunto (1990) bahwa lingkungan sekolah merupakan sesuatu yang dekat dengan dunia siswa dan mudah dikenal dalam kehidupan sehari-hari, serta lingkungan sekolah merupakan tempat yang menunjang sebagian dari kebutuhan siswa.

            Penelitian ini juga berguna bagi guru, karena (1) guru dapat memperdalam pendekatan dan metode yang digunakan, (2) guru menjadi lebih profesional, karena meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tentang PTK. Temuan ini didukung oleh Susilo (2000) menyatakan bahwa guru yang terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) adalah guru yang selalu mau meningkatkan proses pembelajaran yang dikelolanya.
           
            Implikasi penelitian ini bagi sekolah adalah sekolah memiliki guru yang profesional dan sekolah dapat menambah koleksi tumbuhan yang berguna dalam proses pembelajaran, keindahan, kesejukan, dan pelestarian lingkungan. Tidak kalah penting artinya temuan ini bagi peneliti karena (1) dapat meningkatkan pengetahuan tentang PTK, (2) mengenal lebih dalam pembelajaran biologi di SLTP, dan (3) dapat merintis kerja sama kemiteraan dengan sekolah dan guru.

            Pemanfaatan lingkungan sekolah dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS secara berkelompok. Hal ini dapat terwujud karena pada setiap pelaksanaan tindakan, guru selalu membentuk kelompok-kelompok yang terdiri atas lima sampai enam orang siswa, baru kemudian dibagikan LKS. Kelompok ini tidak selalu tetap, karena pada setiap siklus selalu berubah susunan anggotanya. Perubahan ini bertujuan (a) memudahkan guru membimbing siswa, (b) membiasakan siswa bekerja secara berkelompok pada setiap orang, dan (c) meningkatkan keaktifan berdiskusi dengan suasana baru, serta siswa akan lebih bergairah belajar.


            Pada siklus I ada tiga kelompok yang belum aktif seperti kelompok 4, 6, dan kelompok 7. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok ini belum aktif berdiskusi, belum dapat menyelesaikan tugas dengan tuntas dan belum mampu membuat kesimpulan dengan benar. Dentsch (dalam Lazarowith dan Slavin, 1984) menyatakan agar pembelajaran dapat berlangsung secara kerja kelompok, maka siswa harus mempersiapkan diri saling tergantung secara positif antara anggota kelompok lain.

            Pada siklus II dengan diadakan perubahan susunan kelompok dan fokus guru lebih diarahkan pada kelompok yang kurang tuntas, ternyata dapat meningkatkan aktivitas kelompok menjadi lebih baik dan aktif. Kenyataan ini terlihat pada (a) masing-masing kelompok mampu menyelesaikan tugasnya, dan (b) siswa telah berani mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan temannya. Hal ini menunjukkan kerja sama kelompok dapat dibangun dari kesadaran masing-masing individu dalam kelompok. Temuan ini didukung pendapat Slavin (1986) bahwa ciri khusus yang membentuk belajar kelompok adalah metode ini mendorong siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab.

            Pada siklus III dirubah lagi susunan kelompoknya. Perubahan ini diperlukan karena pada siklus II masih ada enam orang siswa yang belum tuntas belajar, walaupun secara umum kerja kelompok sudah menunjukkan aktivitas yang baik. Dimasukkannya siswa yang belum tuntas ke dalam satu kelompok, ternyata dapat memacu mereka untuk belajar dan berkarya lebih baik, ini dibuktikan pada siklus III hasil postes mencapai 94,87%. Dengan hasil tersebut berarti pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan dan kemampuan siswa mengerjakan tugas secara berkelompok berada dalam kategori baik.


4. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai Berikut.
  1. Pemanfaatan lingkungan sekolah dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus, yaitu 71,79% pada siklus I, 84,62% pada siklus II, dan 94,87% pada siklus III.
  2. Ketuntasan belajar pada siklus III yaitu 94,87% telah melampaui dari standar baku yaitu 85%, sehingga pembelajaran sudah dianggap tuntas.
  3. Kerja sama kelompok semakin meningkat pada setiap siklus. Keberhasilan ini ditunjukkan dengan aktifnya siswa dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.
  4. Guru semakin kreatif dan profesional karena dengan pengalaman mengadakan PTK guru mendapatkan bekal dalam peningkatan profesional dan pengembangan proses pembelajaran di kelasnya.



Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut.
  1. Pemerintah dalam membangun sekolah diharapkan supaya membuat halaman yang rindang dan kaya akan keanekaragaman tumbuhan, sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran biologi, pelestarian lingkungan dan keindahan.
  2. Kepada Depdiknas agar memberikan perhatian kepada guru-guru sehingga memahami dan mampu melakukan PTK, sehingga dapat mengikuti masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran di sekolahnya.
  3. Bagi kepala sekolah disarankan agar memberikan peluang kepada gurunya untuk mengembangkan kreativitas dan profesionalismenya dalam pembelajaran, sehingga guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi mendorong siswa menemukan atau membuktikan teori melalui pengalaman langsung.
  4. Bagi guru diharapkan selalu menambahkan pengetahuan gagasan baru dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan gairah belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Arief, A. 1996. “Menciptakan Situasi Belajar Mengajar yang Dinamis”. Jurnal Chimera 1 (1)/96:5 – 21.
  2. Arikunto, S. 1990. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar di Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikti P2Tk. Depdikbud.
  3. Arikunto, S. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumiaksara.
  4. Darmodjo, H, & Kaligis, J.R.E. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2TK.
  5. Depdikbud. 1994. Kurikulum SLTP. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdas & Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
  6. Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan (Action Research). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
  7. Funk, J., & Harlen, W. 1993. The Teaching in Science. London: David Fulton Publisher.
  8. Kemmis, S., & Mc Taggart, R. 1988. The Action Research Planer. Victoria: Deakin University Press.
  9. Kimmins, J.P. 1997. Forest Ecology, A Foundation for Sustainable Management. Second Edition. New Jersey 07458: Prentice-Hall, Inc
  10. Lazarowitz, C.W., & Slavin, R. 1984.Learning to Cooperative, Cooperative to Learn. New York: Plenum Press.
  11. Lisowski, M. dan Disinger, J.F. 1987. Cognitive Learning in The Environment: Secondary Students. ERIC/SMEAC Environment Education Digest No. 1, 1987.(http://www.ed.gov/databases/ERIC_Digests/ed.286756-html.13-1-97).
  12. Rifai, M.A. 1992. Keanekaragaman Hayati dalam Kelas Sekolah. Surabaya: FPMIPA IKIP Surabaya.
  13. Sardjono. 2000. Permasalahan Pendidikan di Sekolah dan Upaya Pemecahannya. Malang: Dirjen Dikti Depdiknas.
  14. Sujana, N.1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
  15. Slavin, R. 1986. Cooperative Learning Theory, Research and Practice (2nd). Boston: Allyn and Bacon.
  16. Sukmadinata, N.S. 1988. Prinsip dan Landasan Perkembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. P2LPTK.
  17. Sulasmi. E.S. 2000. Pengajaran Keanekaragaman Tumbuhan di SMU, Permasalahan dan Pemecahannya. Malang: Depdiknas UM, FMIPA. Makalah, 23 Pebruari 2000.
  18. Susilo, H. 2000. Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru Masa Depan. Malang: Depdiknas Universitas Negeri Malang. Disajikan dalam Seminar Pemberdayaan Penalaran dengan Tema Penyiapan Generasi yang Berkualitas Melalui Pengembangan Penalaran Siswa SLTP di SLTPN 2 Malang 15 April 2000.
  19. Tim Peneliti Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2GSM (Secondary School Teacher Development Project).
  20. Yount, J.R & Horton, P.B. 1992. Factor Influenching Environmental Attitude: The Relationship Between Environmental Attitude Defensibility and Cognitive Reasoning Level. Jurnal of Research in Science Teaching 29(10)1051-1077.
sumber: undiksha.ac.id
http://jurnalpendidikanislam.blogspot.com/2012/09/contoh-ptk-biologi-penelitian-tindakan.html#.UPS_5GdaH51

Monday, November 26, 2012

Cloud Computing dan Aplikasinya


Akhir-akhir ini, cloud computing adalah topik yang selalu menjadi bahan pembicaraan di dunia Teknologi Informasi (TI).Hampir setiap hari selalu ada berita seputar cloud computing, baik secara teknologi maupun dari aspek bisnis. Apa sebenarnya Cloud Computing itu? Apakah hanya sekadar “hype”, atau memang sesuatu yang nyata? Dan apa dampaknya bagi kita semua?


Definisi Cloud Computing
Ketika kita membicarakan Cloud Computing, sebenarnya apakah kita membicarakan hal yang sama?
Banyak pihak memberikan definisi cloud computing dengan perbedaan di sana-sini.
Wikipedia mendefinisikan cloud computing sebagai “komputasi berbasis Internet, ketika banyak server digunakan bersama untuk menyediakan sumber daya, perangkat lunak dan data pada komputer atau perangkat lain pada saat dibutuhkan, sama seperti jaringan listrik”.
Gartner mendefinisikannya sebagai “sebuah cara komputasi ketika layanan berbasis TI yang mudah dikembangkan dan lentur disediakan sebagai sebuah layanan untuk pelanggan menggunakan teknologi Internet.”
Forester mendefinisikannya sebagai “standar kemampuan TI, seperti perangkat lunak, platform aplikasi, atau infrastruktur, yang disediakan menggunakan teknologi Internet dengan cara swalayan dan bayar-per-pemakaian.”
Secara sederhana, Cloud Computing dapat kita bayangkan seperti sebuah jaringan listrik. Apabila kita membutuhkan listrik, apakah kita harus punya pembangkit listrik sendiri? Tentu tidak. Kita tinggal menghubungi penyedia layanan (dalam hal ini, PLN), menyambungkan rumah kita dengan jaringan listrik, dan kita tinggal menikmati layanan tersebut. Pembayaran kita lakukan bulanan sesuai pemakaian.
Kalau listrik bisa seperti itu, mengapa layanan komputasi tidak bisa? Misalnya, apabila sebuah perusahaan membutuhkan aplikasi CRM (Customer Relationship Management). Kenapa perusahaan tersebut harus membeli aplikasi CRM, membeli hardware server, dan kemudian harus memiliki tim TI khusus untuk menjaga server dan aplikasi tersebut?
Di sinilah cloud computing berperan. Penyedia jasa cloud computing seperti Microsoft, telah menyediakan aplikasi CRM yang dapat digunakan langsung oleh perusahaan tadi. Mereka tinggal menghubungi penyedia layanan (dalam hal ini, Microsoft), “menyambungkan” perusahaannya dengan layanan tersebut (dalam hal ini, melalui Internet), dan tinggal menggunakannya. Pembayaran? Cukup dibayar per bulan (atau per tahun, tergantung kontrak) sesuai pemakaian. Tidak ada lagi investasi di awal yang harus dilakukan.
Agar lebih mudah membayangkannya, silahkan lihat ilustrasi pada Gambar 1.http://itmove.files.wordpress.com/2011/06/ilustrasi-cloud2-g1.jpg?w=490
Karakteristik Cloud Computing
Dengan semakin maraknya pembicaraan seputar cloud computing, semakin banyak perusahaan yang mengumumkan bahwa mereka menyediakan layanan cloud computing.
Akan sangat membingungkan bagi kita para pengguna untuk memastikan bahwa layanan yang akan kita dapatkan adalah cloud computing atau bukan.
Untuk mudahnya, dari semua definisi yang ada, dapat diintisarikan bahwa cloud computing ideal adalah layanan yang memiliki 5 karakteristik berikut ini.
1. On-Demand Self-Services
Sebuah layanan cloud computing harus dapat dimanfaatkan oleh pengguna melalui  mekanisme swalayan dan langsung tersedia pada saat dibutuhkan. Campur tangan penyedia layanan adalah sangat minim. Jadi, apabila kita saat ini membutuhkan layanan aplikasi CRM (sesuai contoh di awal), maka kita harus dapat mendaftar secara swalayan dan layanan tersebut langsung tersedia saat itu juga.
2. Broad Network Access
Sebuah layanan cloud computing harus dapat diakses dari mana saja, kapan saja, dengan alat apa pun, asalkan kita terhubung ke jaringan layanan. Dalam contoh layanan aplikasi CRM di atas, selama kita terhubung ke jaringan Internet, saya harus dapat mengakses layanan tersebut, baik itu melalui laptop, desktop, warnet, handphone, tablet, dan perangkat lain.
3. Resource Pooling
Sebuah layanan cloud computing harus tersedia secara terpusat dan dapat membagi sumber daya secara efisien. Karena cloud computing digunakan bersama-sama oleh berbagai pelanggan, penyedia layanan harus dapat membagi beban secara efisien, sehingga sistem dapat dimanfaatkan secara maksimal.
4. Rapid Elasticity
Sebuah layanan cloud computing harus dapat menaikkan (atau menurunkan) kapasitas sesuai kebutuhan. Misalnya, apabila pegawai di kantor bertambah, maka kita harus dapat menambah user untuk aplikasi CRM tersebut dengan mudah. Begitu juga jika pegawai berkurang. Atau, apabila kita menempatkan sebuah website berita dalam jaringan cloud computing, maka apabila terjadi peningkatkan traffic karena ada berita penting, maka kapasitas harus dapat dinaikkan dengan cepat.
5. Measured Service
Sebuah layanan cloud computing harus disediakan secara terukur, karena nantinya akan digunakan dalam proses pembayaran. Harap diingat bahwa layanan  cloud computing dibayar sesuai penggunaan, sehingga harus terukur dengan baik.
Kelebihan Cloud Computing
Dari semua penjelasan di atas, apa sebenarnya kelebihan dari Cloud Computing, terutama bagi dunia bisnis? Berikut beberapa di antaranya.
Tanpa Investasi Awal
Dengan cloud computing, kita dapat menggunakan sebuah layanan tanpa investasi yang signifikan di awal.
Ini sangat penting bagi bisnis, terutama bisnis pemula (startup). Mungkin di awal bisnis, kita hanya perlu layanan CRM untuk 2 pengguna. Kemudian meningkat menjadi 10 pengguna.
Tanpa model cloud computing, maka sejak awal kita sudah harus membeli hardware yang cukup untuk sekian tahun ke depan. Dengan cloud computing, kita cukup membayar sesuai yang kita butuhkan.
Mengubah CAPEX menjadi OPEX
Sama seperti kelebihan yang pertama, kelebihan yang kedua masih seputar keuangan.
Tanpa cloud computing, investasi hardware dan software harus dilakukan di awal, sehingga kita harus melakukan pengeluaran modal (Capital Expenditure, atau CAPEX). Sedangkan dengan cloud computing, kita dapat melakukan pengeluaran operasional (Operational Expenditure, atau OPEX).
Jadi, sama persis dengan biaya utilitas lainnya seperti listrik atau telepon ketika kita cukup membayar bulanan sesuai pemakaian. Hal ini akan sangat membantu perusahaan secara keuangan.
Lentur dan Mudah Dikembangkan
Dengan memanfaatkan Cloud Computing, bisnis kita dapat memanfaatkan TI sesuai kebutuhan. Perhatikan Gambar 2 di bawah untuk melihat beberapa skenario kebutuhan bisnis.
Penggunaan TI secara bisnis biasanya tidak datar-datar saja.
Dalam skenario “Predictable Bursting”, ada periode di mana penggunaan TI meningkat tajam. Contoh mudah adalah aplikasi Human Resource (HR) yang pada akhir bulan selalu meningkat penggunaannya karena mengelola gaji karyawan.
Untuk skenario “Growing Fast”, bisnis meningkat dengan pesat sehingga kapasitas TI juga harus mengikuti.
Contoh skenario “Unpredictable Bursting” adalah ketika sebuah website berita mendapat pengunjung yang melonjak karena ada berita menarik.
Skenario “On and Off” adalah penggunaan TI yang tidak berkelanjutan. Misalnya, sebuah layanan pelaporan pajak, yang hanya digunakan di waktu-waktu tertentu setiap tahun.http://itmove.files.wordpress.com/2011/06/karakteristik-cloud2-g2.jpg?w=490&h=323
[Gambar 2: Beberapa skenario kebutuhan bisnis.]
Tanpa layanan cloud computing, ke empat skenario ini akan membutuhkan perencanaan TI yang sangat tidak efisien, karena investasi TI harus dilakukan sesuai kapasitas tertinggi, walaupun mungkin hanya terjadi di saat-saat tertentu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadi kegagalan layanan pada saat “peak time” tersebut.
Dengan cloud computing, karena sifatnya yang lentur dan mudah dikembangkan (elastic and scalable), maka kapasitas dapat ditingkatkan pada saat dibutuhkan, dengan biaya penggunaan sesuai pemakaian.
Fokus pada Bisnis, bukan TI
Dengan menggunakan Cloud Computing, kita dapat fokus pada bisnis utama perusahaan, dan bukan berkecimpung di dalam pengelolaan TI. Hal ini dapat dilakukan karena pengelolaan TI dilakukan oleh penyedia layanan, dan bukan oleh kita sendiri. Misalnya, melakukan patching, security update, upgrade hardware, upgrade software, maintenance, dan lain-lain.
Apabila kita memiliki tim TI, maka tim tersebut dapat fokus pada layanan TI yang spesifik untuk bisnis kita, sedangkan hal-hal umum sudah ditangani oleh penyedia layanan.
Kesimpulan
Cloud computing sudah hadir saat ini, termasuk di Indonesia. Jadi, cloud computing bukanlah sebuah hype, melainkan sudah menjadi kenyataan dalam dunia TI.
Bukan berarti kita semua langsung harus berpindah saat ini juga: pada kenyataannya cloud computing bukanlah untuk semua orang. Masih tetap terdapat jenis-jenis layanan yang memang harus dilakukan secara on-premise, walaupun terdapat juga layanan yang menjadi sangat efisien bila dilakukan dengan cloud computing. Beberapa jenis layanan bahkan dapat dilakukan secara bersamaan (hybrid) dengan menggabungkan kedua jenis implementasi tersebut.
Oleh karena itu, carilah penyedia layanan yang dapat memberikan saran yang tepat dan terbaik bagi kebutuhan anda. Kesuksesan penggunaan cloud computing akan sangat ditentukan oleh kemampuan penyedia layanan dalam memberikan layanan yang tepat dan terbaik bagi pelanggan



Monday, October 15, 2012

Speech Recognition & Contoh Penerapannya

Speech Recognition (Pengenalan ucapan) dalam istilah bahasa Inggrisnya, automatic speech recognition (ASR)—adalah suatu pengembangan teknik dan sistem yang memungkinkan komputer untuk menerima masukan berupa kata yang diucapkan. Teknologi ini memungkinkan suatu perangkat untuk mengenali dan memahami kata-kata yang diucapkan dengan cara digitalisasi kata dan mencocokkan sinyal digital tersebut dengan suatu pola tertentu yang tersimpan dalam suatu perangkat. Kata-kata yang diucapkan diubah bentuknya menjadi sinyal digital dengan cara mengubah gelombang suara menjadi sekumpulan angka yang kemudian disesuaikan dengan kode-kode tertentu untuk mengidentifikasikan kata-kata tersebut. Hasil dari identifikasi kata yang diucapkan dapat ditampilkan dalam bentuk tulisan atau dapat dibaca oleh perangkat teknologi sebagai sebuah komando untuk melakukan suatu pekerjaan, misalnya penekanan tombol pada telepon genggam yang dilakukan secara otomatis dengan komando suara.
Alat pengenal ucapan, yang sering disebut dengan speech recognizer, membutuhkan sampel kata sebenarnya yang diucapkan dari pengguna. Sampel kata akan didigitalisasi, disimpan dalam komputer, dan kemudian digunakan sebagai basis data dalam mencocokkan kata yang diucapkan selanjutnya. Sebagian besar alat pengenal ucapan sifatnya masih tergantung kepada pengeras suara. Alat ini hanya dapat mengenal kata yang diucapkan dari satu atau dua orang saja dan hanya bisa mengenal kata-kata terpisah, yaitu kata-kata yang dalam penyampaiannya terdapat jeda antar kata. Hanya sebagian kecil dari peralatan yang menggunakan teknologi ini yang sifatnya tidak tergantung pada pengeras suara. Alat ini sudah dapat mengenal kata yang diucapkan oleh banyak orang dan juga dapat mengenal kata-kata kontinu, atau kata-kata yang dalam penyampaiannya tidak terdapat jeda antar kata.
Pengenalan ucapan dalam perkembangan teknologinya merupakan bagian dari pengenalan suara (proses identifikasi seseorang berdasarkan suaranya). Pengenalan suara sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pengenalan pengguna (identifikasi suara berdasarkan orang yang berbicara) dan pengenalan ucapan (identifikasi suara berdasarkan kata yang diucapkan).

Perkembangan alat pengenal ucapan

Sejak tahun 1940, perusahaan American Telephone and Telegraph Company (AT&T) sudah mulai mengembangkan suatu perangkat teknologi yang dapat mengidentifikasi kata yang diucapkan manusia. Sekitar tahun 1960-an, para peneliti dari perusahaan tersebut sudah berhasil membuat suatu perangkat yang dapat mengidentifikasi kata-kata terpisah dan pada tahun 1970-an mereka berhasil membuat perangkat yang dapat mengidentifikasi kata-kata kontinu. Alat pengenal ucapan kemudian menjadi sangat fungsional sejak tahun 1980-an dan masih dikembangkan dan terus ditingkatkan keefektifannya hingga sekarang.

Jenis-jenis pengenalan ucapan

Berdasarkan kemampuan dalam mengenal kata yang diucapkan, terdapat 5 jenis pengenalan kata, yaitu :
  1. Kata-kata yang terisolasi
    Proses pengidentifikasian kata yang hanya dapat mengenal kata yang diucapkan jika kata tersebut memiliki jeda waktu pengucapan antar kata
  2. Kata-kata yang berhubungan
    Proses pengidentifikasian kata yang mirip dengan kata-kata terisolasi, namun membutuhkan jeda waktu pengucapan antar kata yang lebih singkat
  3. Kata-kata yang berkelanjutan
    Proses pengidentifikasian kata yang sudah lebih maju karena dapat mengenal kata-kata yang diucapkan secara berkesinambungan dengan jeda waktu yang sangat sedikit atau tanpa jeda waktu. Proses pengenalan suara ini sangat rumit karena membutuhkan metode khusus untuk membedakan kata-kata yang diucapkan tanpa jeda waktu. Pengguna perangkat ini dapat mengucapkan kata-kata secara natural
  4. Kata-kata spontan
    Proses pengidentifikasian kata yang dapat mengenal kata-kata yang diucapkan secara spontan tanpa jeda waktu antar kata
  5. Verifikasi atau identifikasi suara
    Proses pengidentifikasian kata yang tidak hanya mampu mengenal kata, namun juga mengidentifikasi siapa yang berbicara.

Proses kerja alat pengenal ucapan

Alat pengenal ucapan memiliki empat tahapan dalam prosesnya, yaitu :
  1. Tahap penerimaan masukan
    Masukan berupa kata-kata yang diucapkan lewat pengeras suara.
  2. Tahap ekstraksi
    Tahap ini adalah tahap penyimpanaan masukan yang berupa suara sekaligus pembuatan basis data sebagai pola. Proses ekstraksi dilakukan berdasarkan metode Model Markov Tersembunyi atau Hidden Markov Model (HMM), yang merupakan model statistik dari sebuah sistem yang diasumsikan oleh Markov sebagai suatu proses dengan parameter yang tidak diketahui. Tantangan dalam model statistik ini adalah menentukan parameter-parameter tersembunyi dari parameter yang dapat diamati. Parameter-parameter yang telah kita tentukan kemudian digunakan untuk analisis yang lebih jauh pada proses pengenalan kata yang diucapkan. Berdasarkan HMM, proses pengenalan ucapan secara umum menghasilkan keluaran yang dapat dikarakterisasikan sebagai sinyal. Sinyal dapat bersifat diskrit (karakter dalam abjad) maupun kontinu (pengukuran temperatur, alunan musik). Sinyal dapat pula bersifat stabil (nilai statistiknya tidak berubah terhadap waktu) maupun nonstabil (nilai sinyal berubah-ubah terhadap waktu). Dengan melakukan pemodelan terhadap sinyal secara benar, dapat dilakukan simulasi terhadap masukan dan pelatihan sebanyak mungkin melalui proses simulasi tersebut sehingga model dapat diterapkan dalam sistem prediksi, sistem pengenalan, maupun sistem identifikasi. Secara garis besar model sinyal dapat dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu: model deterministik dan model statistikal. Model deterministik menggunakan nilai-nilai properti dari sebuah sinyal seperti: amplitudo, frekuensi, dan fase dari gelombang sinus. Model statistikal menggunakan nilai-nilai statistik dari sebuah sinyal seperti: proses Gaussian, proses Poisson, proses Markov, dan proses Markov Tersembunyi. Suatu model HMM secara umum memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
    1. N, yaitu jumlah bagian dalam model. Secara umum bagian tersebut saling terhubung satu dengan yang lain, dan suatu bagian bisa mencapai semua bagian yang lain, serta sebaliknya (disebut dengan model ergodik). Namun hal tersebut tidak mutlak karena terdapat kondisi lain dimana suatu bagian hanya bisa berputar ke diri sendiri dan berpindah ke satu bagian berikutnya. Hal ini bergantung pada implementasi dari model.
    2. M, yaitu jumlah simbol observasi secara unik pada tiap bagiannya, misalnya: karakter dalam abjad, dimana bagian diartikan sebagai huruf dalam kata.
    3. Probabilita Perpindahan Bagian { } = ij A a
    4. Probabilita Simbol Observasi pada bagian j, { } () = j Bb k
    5. Inisial Distribusi Bagian i p p
    Setelah memberikan nilai N, M, A, B, dan p , maka proses ekstraksi dapat diurutkan. Berikut adalah tahapan ekstraksi pengenalan ucapan berdasarkan HMM :
    1. Tahap ekstraksi tampilan
      Penyaringan sinyal suara dan pengubahan sinyal suara analog ke digital
    2. Tahap tugas pemodelan
      Pembuatan suatu model HMM dari data-data yang berupa sampel ucapan sebuah kata yang sudah berupa data digital
    3. Tahap sistem pengenalan HMM
      Penemuan parameter-parameter yang dapat merepresentasikan sinyal suara untuk analisis lebih lanjut.
  3. Tahap pembandingan
    Tahap ini merupakan tahap pencocokan data baru dengan data suara (pencocokan tata bahasa) pada pola. Tahap ini dimulai dengan proses konversi sinyal suara digital hasil dari proses ekstraksi ke dalam bentuk spektrum suara yang akan dianalisa dengan membandingkannya dengan pola suara pada basis data. Sebelumnya, data suara masukan dipilah-pilah dan diproses satu per satu berdasarkan urutannya. Pemilihan ini dilakukan agar proses analisis dapat dilakukan secara paralel. Proses yang pertama kali dilakukan ialah memproses gelombang kontinu spektrum suara ke dalam bentuk diskrit. Langkah berikutnya ialah proses kalkulasi yang dibagi menjadi dua bagian :
    1. Transformasi gelombang diskrit menjadi data yang terurut
      Gelombang diskrit berbentuk masukan berukuran n yang menjadi objek yang akan dibagi pada proses konversi dengan cara pembagian rincian waktu
    2. Menghitung frekuensi pada tiap elemen data yang terurut
    Selanjutnya tiap elemen dari data yang terurut tersebut dikonversi ke dalam bentuk bilangan biner. Data biner tersebut nantinya akan dibandingkan dengan pola data suara dan kemudian diterjemahkan sebagai keluaran yang dapat berbentuk tulisan ataupun perintah pada perangkat.
  4. Tahap validasi identitas pengguna
    Alat pengenal ucapan yang sudah memiliki sistem verifikasi/identifikasi suara akan melakukan identifikasi orang yang berbicara berdasarkan kata yang diucapkan setelah menerjemahkan suara tersebut menjadi tulisan atau komando.

Aplikasi alat pengenal ucapan

Bidang komunikasi

Komando Suara
Komando Suara adalah suatu program pada komputer yang melakukan perintah berdasarkan komando suara dari pengguna. Contohnya pada aplikasi Microsoft Voice yang berbasis bahasa Inggris. Ketika pengguna mengatakan “Mulai kalkulator” dengan intonasi dan tata bahasa yang sesuai, komputer akan segera membuka aplikasi kalkulator. Jika komando suara yang diberikan sesuai dengan daftar perintah yang tersedia, aplikasi akan memastikan komando suara dengan menampilkan tulisan “Apakah Anda meminta saya untuk ‘mulai kalkulator’?”. Untuk melakukan verifikasi, pengguna cukup mengatakan “Lakukan” dan komputer akan langsung beroperasi.
Pendiktean
Pendiktean adalah sebuah proses mendikte yang sekarang ini banyak dimanfaatkan dalam pembuatan laporan atau penelitian. Contohnya pada aplikasi Microsoft Dictation yang merupakan aplikasi yang dapat menuliskan apa yang diucapkan oleh pengguna secara otomatis.
Telepon
Pada telepon, teknologi pengenal ucapan digunakan pada proses penekanan tombol otomatis yang dapat menelpon nomor tujuan dengan komando suara.

Bidang kesehatan

Alat pengenal ucapan banyak digunakan dalam bidang kesehatan untuk membantu para penyandang cacat dalam beraktivitas. Contohnya pada aplikasi Antarmuka Suara Pengguna atau Voice User Interface (VUI) yang menggunakan teknologi pengenal ucapan dimana pengendalian saklar lampu misalnya, tidak perlu dilakukan secara manual dengan menggerakkan saklar tetapi cukup dengan mengeluarkan perintah dalam bentuk ucapan sebagai saklarnya. Metode ini membantu manusia yang secara fisik tidak dapat menggerakkan saklar karena cacat pada tangan misalnya. Penerapan VUI ini tidak hanya untuk lampu saja tapi bisa juga untuk aplikasi-aplikasi kontrol yang lain.

Bidang militer

Pelatihan Penerbangan
Aplikasi alat pengenal ucapan dalam bidang militer adalah pada pengatur lalu-lintas udara atau yang dikenal dengan Air Traffic Controllers (ATC) yang dipakai oleh para pilot untuk mendapatkan keterangan mengenai keadaan lalu-lintas udara seperti radar, cuaca, dan navigasi. Alat pengenal ucapan digunakan sebagai pengganti operator yang memberikan informasi kepada pilot dengan cara berdialog.
Helikopter
Aplikasi alat pengenal ucapan pada helikopter digunakan untuk berkomunikasi lewat radio dan menyesuaikan sistem navigasi. Alat ini sangat diperlukan pada helikopter karena ketika terbang, sangat banyak gangguan yang akan menyulitkan pilot bila harus berkomunikasi dan menyesuaikan navigasi dengan terlebih dahulu memencet tombol tertentu.

Kelebihan alat pengenal ucapan

Kelebihan dari peralatan yang menggunakan teknologi ini adalah :
  1. Cepat
    Teknologi ini mempercepat transmisi informasi dan umpan balik dari transmisi tersebut. Contohnya pada komando suara. Hanya dalam selang waktu sekitar satu atau dua detik setelah kita mengkomandokan perintah melalui suara, komputer sudah memberi umpan balik atas komando kita.
  2. Mudah digunakan
    Kemudahan teknologi ini juga dapat dilihat dalam aplikasi komando suara. Komando yang biasanya kita masukkan ke dalam komputer dengan menggunakan tetikus atau papan ketik kini dapat dengan mudahnya kita lakukan tanpa perangkat keras, yakni dengan komando suara.

Kekurangan alat pengenal ucapan

Kekurangan dari peralatan yang menggunakan teknologi ini adalah :
  1. Rawan terhadap gangguan
    Hal ini disebabkan oleh proses sinyal suara yang masih berbasis frekuensi. Ketika sebuah informasi dalam sinyal suara mempunyai komponen frekuensi yang sama banyaknya dengan komponen frekuensi gangguannya, akan sulit untuk memisahkan gangguan dari sinyal suara
  2. Jumlah kata yang dapat dikenal terbatas
    Hal ini disebabkan pengenal ucapan bekerja dengan cara mencari kemiripan dengan basis data yang dimiliki.